Cerita Dewasa - Aku sudah berkeluarga, tapi aku punya WIL yang juga
sangat kucintai. Aku sudah menganggap ia sebagai istriku saja. Karena
itu aku akan memanggilnya dalam cerita ini sebagai istriku. Dari obrolan
selama ini ia mengatakan bahwa ia ingin melihatku 'bercinta' dengan
wanita lain. Akhirnya tibalah pengalaman kami ini.
Siang di hari Sabtu itu terasa panas sekali, tiupan AC mobil yang
menerpa langsung ke arahku dan 'istriku' kalah dengan radiasi matahari
yang tembus melalui kaca-kaca jendela. Aku sedang melaju kencang di
jalan tol menuju arah Bogor untuk suatu keperluan bisnis. Seperti telah
direncanakan, kubelokkan mobil ke arah pom bensin di Sentul. setelah
tadi tak sempat aku mengisinya. Dalam setiap antrian mobil yang cukup
panjang terlihat ada gadis-gadis penjaja minuman berenergi. Sekilas
cukup mencolok karena seragamnya yang cukup kontras dengan warna
sekelilingnya.
Dari sederetan gadis-gadis itu tampak ada seorang yang paling cantik,
putih, cukup serasi dengan warna-warni seragamnya. Ia terlalu manis
untuk bekerja diterik matahari seperti ini walaupun menggunakan topi.
Tatkala tersenyum, senyumnya lebih mengukuhkan lagi kalau di sini
bukanlah tempat yang pantas baginya untuk bekerja. Aku sempat khawatir
kalau ia tidak berada di deretanku dan aku masih hanyut dalam berbagai
terkaan tentangnya, aku tidak sempat bereaksi ketika ia mengangguk,
tersenyum dan menawarkan produknya.
Akhirnya dengan wajah memohon ia berkata, "Buka dong kacanya.." Segera
aku sadar dengan keadaan dan refleks membuka kaca jendelaku. Istriku
hanya memperhatikan, tidak ada komentar.
Meluncurlah kata-kata standar yang ia ucapkan setiap kali bertemu calon
pembeli. Suaranya enak didengar, tapi aku tak menyimaknya. Aku malah
balik bertanya, "Kamu ngapain kerja di sini?"
"Mom, kita kan masih perlu sekretaris, kenapa tidak dia aja kita coba."
"Ya, boleh aja", jawab istriku.
"Gimana mau?" tanyaku kepada gadis itu.
"Mau.. mau Mas", katanya.
Setelah kenalan sebentar dan saling tukar nomor telepon, kulanjutkan
perjalananku setelah mengisi bensin sampai penuh. Istriku akhirnya tahu
kalau maksudku yang utama hanyalah ingin 'berkenalan' dengannya. Ia
sangat setuju dan antusias.
Malam sekitar jam 20:00 HP istriku berdering, sesuai pembicaraan ia akan
datang menemui kami. Setelah diberi tahu alamat hotel kami, beberapa
saat kemudian ia muncul dengan penampilan yang cukup rapi. Ia cepat
sekali akrab dengan istriku karena ternyata berasal dari daerah yang
sama yaitu **** (edited), Jawa Barat. Tidak sampai setengah jam kami
sudah merasa betul-betul sebagai suatu keluarga yang akrab. Ia sudah
berani menerima tawaran kami untuk ikut menginap bersama. Ia sempat
pamit sebentar untuk menyuruh sopir salah satu keluarganya untuk pulang
saja, dan telepon ke saudaranya bahwa malam itu ia tidak pulang.
Setelah cerita kesana-kemari akhirnya obrolan kami menjurus ke masalah
seks. Setelah agak kaku sebentar kemudian suasana mencair kembali. Kini
dia mulai menimpali walau agak malu-malu. Singkat cerita dia masih
perawan, sudah dijodohkan oleh keluarganya yang ia belum begitu puas.
Keingintahuannya terhadap masalah seks termasuk agak tinggi, tapi
pacarnya itu sangat pemalu, termasuk agak dingin dan agak kampungan
walau berpendidikan cukup. Kami ceritakan bahwa dalam masalah seks kami
selalu terbuka, punya banyak koleksi photo pribadi, bahkan kali ini kami
ingin membuat photo ketika 'bercinta'.
"Udah ah, kita sambil tiduran aja yuk ngobrolnya", ajak istriku.
"Nih kamu pakai kimono satunya", kata istriku sambil memberikan baju
inventaris hotel. Sedangkan aku yang tidak ada persiapan untuk menginap
akhirnya hanya menggunakan kaos dan celana dalam. Ia dan istriku sudah
merebahkan badannya di tempat tidur, kemudian aku menghampiri istriku
langsung memeluknya dari atas. Kucumbu istriku dari mulai bibir, pipi,
leher, dan buah dadanya. Istriku mengerang menikmatinya. Aku
menghentikan cumbuanku sejenak kemudian meminta tamu istimewaku untuk
mengambil photo dengan kamera digital yang selalu kami bawa. Tampak ia
agak kikuk, kurang menguasai keadaan ketika aku menolehnya.
Setelah aku mengajarinya bagaimana menggunakan kamera yang kuberikan
itu, kemudian kuteruskan mencumbu istriku. Dengan telaten kucumbu
istriku dari ujung kepala sampai ujung kaki. Kini tamuku tampaknya sudah
menguasai keadaan, ia dengan leluasa mengintip kami dari lensa kamera
dari segala sudut. Akhirnya istriku mencapai klimaksnya setelah liang
senggamanya kumainkan dengan lidah, dengan jari, dan terakhir dengan
batang istimewaku. Sedangkan aku belum apa-apa.
"Sekarang gantian Rin, kamu yang maen aku yang ngambil photonya", kata istriku.
"Ah Mbak ini ada-ada aja", kata Rini malu-malu.
Sebagai laki-laki, aku sangat paham dari bahasa tubuhnya bahwa dia tidak
menolak. Dalam keadaan telanjang bulat aku berdiri dan langsung memeluk
Rini yang sedang memegang kamera.
Tangan kirinya ditekuk seperti akan memegang pinggangku, tapi
telapaknya hanya dikepal seolah ragu atau malu. Kuraih kamera yang masih
di tangan kanannya kemudian kuberikan kepada istriku.
Kini aku lebih leluasa memeluk dan mencumbunya, kuciumi pipi dan
lehernya, sedang tanganku terus menggerayang dari pundak sampai lekukan
pantatnya. Pundaknya beberapakali bergerak merinding kegelian. Kedua
tangannya kini ternyata sudah berani membalas memelukku. Kemudian aku
memangkunya dan merebahkannya di tempat tidur. Kukulum bibir mungilnya,
kuciumi pipinya, kugigit-gigit kecil telinganya, kemudian kuciumi
lehernya punuh sabar dan telaten. Ia hanya mendesah, kadang menarik
nafas panjang dan kadang badannya menggelinjang-gelinjang.
Tidak terlalu susah aku membuka kimononya, sejenak kemudian tampak
pemandangan yang cukup mempesona. Dua bukit yang cukup segar terbungkus
rapi dalam BH yang pas dengan ukurannya. Kulitnya putih, bersih dengan
postur badan yang cukup indah. Sejenak aku menoleh ke bawah, tampak
pahanya cukup menawan. Sementara itu onggokan kecil di selangkangan
pahanya yang terbungkus CD menambah panorama keindahan.
Ia tidak menolak ketika aku membuka BH-nya, demikian juga ketika aku
melepaskan kimononya melewati kedua tangannya. Kuteruskan permainanku
dengan mengitari sekitar bukit-bukit segar itu. Seluruh titik di bagian
atasnya telah kutelusuri tidak ada yang terlewatkan, kini kedua bukti
itu kuremas perlahan. Ia mendesah, "Eeehhh.."
Tatkala kukulum puting susunya, badannya refleks bergerak-gerak, desahnya pun semakin jelas terdengar. Kuulangi lagi cumbuanku
dari mulai mengulum bibirnya, mencium pipinya, kemudian lehernya.
Kemudian kuciumi lagi bukit-bukit indah itu, dan kemudian kupermainkan
kedua puting susunya dengan lidahku. Gelinjangnya semakin terasa
bergerak mengiringi desahannya yang terasa merdu sekali.
Petualanganku kuteruskan ke bagian bawahnya. Ia mencegah ketika aku akan
membuka CD-nya yang merupakan pakaian satu-satunya yang tersisa. "Ya
nggak usah dibuka" ujarku, "Aku elus-elus aja ya bagian atasnya pakai
punyaku", bujukku. Ia tidak bereaksi, tapi aku langsung saja
menyingsingkan CD-nya ke bawah. Tampaklah dua bibir yang mengapit lembah
cintanya dihiasi bulu-bulu tipis. Kupegang burungku sambil duduk
mengangkang di atas kedua pahanya, kemudian kuelus-eluskan burung itu ke
ujung lembah yang sebagian masih tertutup CD. Agak lama dengan
permainan itu, akhirnya mungkin karena ia juga penasaran, maka ia tidak
menolak ketika kulepaskan CD-nya.
Kini kami sama-sama telanjang, tak satu helai benang pun yang tersisa.
Kuteruskan permainan burungku dengan lebih leluasa. Tak lama kemudian
cairan kenikmatannya pun sudah meleleh menyatakan kehadirannya. Burungku
pun lebih lancar menjelajah. Tapi karena lembahnya masih perawan agak
susah juga untuk menembusnya.
Ketika kucoba untuk memasukkan burungku ke dalam lembah sorganya, tampak
bibir-bibir kenikmatannya ikut terdorong bersama kepala burungku.
Menyadari alam yang dilaluinya belum pernah dijamah, aku cukup sabar
untuk melakukan permainan sampai lembah kenikmatannya betul-betul
menerimanya secara alami. Gelinjang, desahan, dan ekspresi wajahnya yang
sedang menahan kenikmatan membuatku semakin bersemangat dan lebih
percaya diri untuk tidak segera ejakulasi. Ia sudah tidak menyadari apa
yang sedang terjadi. Akhirnya kepala burungku berhasil menembus lubang
kenikmatan itu.
Kuteruskan permainanku dengan mengeluarkan dan memasukkan lagi kepala
burungku. Ia merintih kenikmatan, ia pasrah saja dengan keadaan yang
terjadi, karena itu aku yakin bahwa rintihan itu bukan rintihan
kesakitan, kalaupun ada, maka akan kalah dengan kenikmatan yang
diperolehnya. Selanjutnya kulihat burung yang beruntung itu lebih
mendesak ke dalam. Aku sudah tidak tahan untuk memasukkan seluruh
burungku ke tempatnya yang terindah.
Kemudian kurebahkan badanku di atas tubuhnya yang indah, kuciumi pipinya
sambil pantatku kugerakkan naik turun. Sementara burungku lebih jauh
menjangkau ke dalam lembah nikmatnya. Akhirnya seluruh berat badanku
kuhempaskan ke tubuh mungil itu. Dan.., "Blesss...." seluruh burungku
masuk ke dalam surga dunia yang indah. Ia mengerang, gerakan burungku
pun segera kuhentikan sampai liang kewanitaannya menyesuaikan dengan
situasi yang baru.
Setelah agak lama aku pun mulai lagi memainkan gerakan-gerakanku dengan
gentle. Kini ia mulai mengikuti iramaku dengan menggerak-gerakkan
pinggulnya. Selang berapa lama kedua tangannya lekat mencengkram
punggungku, kakinya ikut menjepit kedua kakiku. Kemudian muncul erangan
panjang diikuti denyut-denyut dari lembah sorganya. "Eeehhh..."
desahnya. Aku pun sudah tidak tahan lagi untuk menumpahkan seluruh
kenikmatan, segera kucabut burungku kemudian kumuntahkan di luar dengan
menekan ke selangkangannya. "Eeehhh..." erangku juga. Kami berdua
menarik nafas panjang.
Setelah agak lama kemudian aku duduk, kuraih kaos dalamku kemudian aku
mengelap selangkangnya yang penuh dengan air kenikmatanku. Tampak tempat
tidurnya basah oleh cairan-cairan bercampur bercak-bercak merah. Ia pun
segera duduk, sejenak dari raut wajahnya tampak keraguan terhadap
situasi yang telah dialaminya. Aku dan istriku memberi keyakinan untuk
tidak menyesali apa yang pernah terjadi.
Besok paginya aku sempat bermain lagi dengannya sebelum check out.
Betul-betul suatu akhir pekan yang susah dilupakan. Akhirnya ia
kutitipkan bekerja di perusahaan temanku.
0 comments:
Post a Comment