Thursday, October 11, 2012

SIKAP RESMI IKHWANUL MUSLIMIN DALAM MASALAH PEREMPUAN

SIKAP RESMI IKHWANUL MUSLIMIN DALAM MASALAH PEREMPUAN

(Diterjemahkan dari kitab Ar-Ru’yah Asy-Syamilah lil Ikhwanil Muslimin, bab Al-Ikhwan dan Masalah Perempuan)

Pendapat Syaikh Qardhawy dalam masalah wanita tidak berbeda jauh dengan sikap resmi Jama’ah Ikhwan terhadap wanita, yang sikap tersebut telah ditulis dan dipublikasikan oleh jama’ah IKHWAN dalam kitab Ar-Ru’yah Asy-Syamilah/ Visi Komprehensif, dan bukan sekedar cuplikan dari pendapat si fulan dan si fulin.

Dan sikap Syaikh Al-Qaradhawy tersebut bukan tanpa didukung dalil yang kuat dan memadai, sama sekali jauh dari tuduhan sebuah media yang “katanya” Islami yang menuduh sikap tersebut sebagai kontroversial dan menuduh yang mengikutinya sebagai “Melegitimasi Syahwat Kekuasaan”, padahal media tersebut paling tinggi penulisnya baru Lc, masih jauh panggang dari api bila disandingkan dengan tokoh sekaliber Syaikh Al-Qaradhawy.

Untuk itu maka disini saya tuliskan secara lengkap dan bersambung (bukan mencuplik sana dan mencuplik sini, sesuai syahwat insilakh mereka), yaitu 1 bab dari Sikap Resmi AL-IKHWAN dalam masalah Perempuan, sebagai berikut:

Masalah perempuan

Islam memandang bahwa di dalam diri laki-laki dan perempuan terdapat esensi insani, kesatuan ciptaan, kesamaan kehormatan, kemanusiaan, dan tanggungjawab. Karena perempuan adalah belahan dari laki-laki, dan prinsip yang berlaku di dalam hukum-hukum syari’at adalah kesamaan antara keduanya, kecuali dalam hal-hal yang dikecualikan oleh Syari’, dan itu sedikit jumlahnya. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan hanyalah perbedaan tugas. Merawat keluarga menjadi tugas pokok terpenting bagi wanita.

Tidak ada seorang pun yang bisa menggantikan kedudukan wanita di dalamnya. Bila ada kelebihan waktu dan tenaga, maka masyarakat punya hak atas wanita, dan wanita punya kewajiban untuk berpartisipasi bersama laki-laki. Ini adalah kewajiban yang terbatas ruangnya sesuai perbedaan kondisi wanita, kondisi masyarakat, dan fase-fase perkembangan masyarakat.

Hubungan antara laki-laki dan perempuan adalah hubungan komplementasi, bukan hubungan perseteruan. Hak-hak wanita telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukan sesuatu yang dirampas dari laki-laki. Pilar keluarga muslim adalah cinta, kasih sayang, dan saling menghormati. Ketika sebuah keluarga kehilangan cinta, kasih sayang, dan sikap saling menghormati, serta sulit terjalin hubungan dengan cara yang baik di dalamnya, maka cerai dari pihak laki-laki atau khulu’ dari pihak perempuan menjadi rahmat karena ia bisa menghindarikan pengaruh-pengaruh negatif dari suami istri.

Partisipasi perempuan dengan laki-laki di berbagai lapangan kehidupan merupakan perkara wajib untuk menjalankan tugas masing-masing dalam kehidupan. Islam tidak melarang keterlibatan ini, namun Islam mewarnainya dengan etika-etika syar’i, sebagaimana Islam mewarnai seluruh bidang kegiatan sosial dengan etika-etika syar’i. Dari sini, masalah-masalah busana, hijab, dan etika partisipasi sosial merupakan perkara-perkara yang menjaga dan melindungi aktivitas kaum perempuan, bukan menghalanginya.

0 comments: