Thursday, November 22, 2012

Abu Yusuf: Ulama Faqih dan Ekonom Kelas Dunia


 


Ya'qub bin Ibrahim bin Habib bin Khanis bin Saad al-Anshari al-Jalbi al-Kufi al-Baghdadi, dikenal dengan nama panggilan Abu Yusuf. Ia dilahirkan di Kufah, Irak, pada tahun 113 H dan wafat pada 182 H di Kota Baghdad yang menjadi pusat pemerintahan Kekhalifahan Abbasiyah di masa itu. Abu Yusuf  menimba ilmu kepada ulama-ulama besar di zamannya, seperti Hisyam bin Urwah, Abu Ishaq as-Saybani, Abu Muhammad Atho’ bin Saib al-Kufi, Anas bin Malik, (dalam Ilmu Hadist). Muhammad Ibnu Abdurrahman bin Abi Laila, Al-Laits bin Saad, dan Abu Hanifah (dalam Ilmu Fikih), nama yang terakhir inilah yang banyak memberikan inspirasi terhadap pemikiran Abu Yusuf, selama 17 tahun belajar bersamanya. Kelak abu Yusuf menjadi salah satu ulama madhab Hanafi termasyhur dan terpercaya di zamannya.
Meski kerap berbeda pendapat, Abu Yusuf merupakan orang pertama yang menentukan kitab Mazhab Hanafi dan menyebarluaskan ajaran gurunya itu. Kedekatannya dengan para penguasa Abbasiyah sekaligus memiliki peran penting dalam Negara, menjadikan mazhab Hanafi mudah diterima di seluruh wilayah kekuasaan Islam. Daerah-daerah yang menganut Mazhab Hanafi, antara lain, Mesir dan Pakistan.
Terlahir dari keluarga yang miskin, Abu Yusuf mempunyai ketertatrikan serius dalam menuntut ilmu, menjadikannya sebagai pribadi yang disegani, pintar sekaligus terpercaya, terutama dalam hal berkaitan dengan hukum maupun ilmu hadist. Dengan keluasan ilmunya, mencakup ilmu tafsir, ilmu strategi perang, penanggalan Arab, dan periwayatan hadist, Abu Yusuf mendapat kehormatan sebagai orang pertama yang dipanggil sebagai Qadi al-Qudah (hakim agung selama tiga periode kekhalifahan Dinasti Abbasiyah di Baghdad, pada masa Pemerintahan Khalifah Al-Hadi, Al-Mahdi, dan Harun Al-Rasyid. Pada masa pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid, semua keputusan mahkamah baik seluruh kekhalifahan harus bersandar kepada keputusannya. jabatanya sebagai hakim agung diembanya hingga ia wafat pada 182 H.
Sebagaimana ulama-ulama terdahulu yang menguasai multidisiplin keilmuan, Abu Yusuf telah banyak melahirkan karya-karya dalam beberapa disiplin keilmuan, antara lain dalam bidang hukum Islam, fiqih, hadist, maupun ekonomi (keuangan public).
Diantara karya-karya Abu Yusuf yang adalah kitab “Al-Fihrist”, sebuah kompilasi bibliografi buku yang ditulis oleh Ibnu Nadim pada abad ke-10 M. Kitab “Al-Atsar” berisi tentang berbagai tradisi periwayatan hadis. Kitab “Ikhtilaf Abi Hanifah wa Ibn Abi Layla” berisi tentang ulasan-ulasan mengenai perbandingan fikih antara Abu Hanifah dengan Abi Layla, Kitab “Al-Radd 'Ala Siyar Al-Awza'i” berisi bantahan terhadap pemikirian seorang ulama’ yang bernama Al-Awza'I mengenai hukum peperangan, kitab“Al-Jawami’” merupakan karya yang ditulis untuk Yahya bin Khalid berisi tentang perdebatan mengenai analogi dan rasio, Kitab “Kharaj” (keuangan Publik) berisi tentang panduan dan ketentuan-ketentuan dalam pengelolaan keuangan Negara, meliputi pemasukan dan pengeluaran negara, mekanisme pasar, serta perpajakan. Karya inilah yang melambungkan nama Abu Yusuf sebagai Ekonom termasyhur di zaman khalifah abbasiyah. Beberapa karyanya yang lain merupakan hasil penulisan kembali yang dilakukan oleh para muridnya dan diteruskan melalui generasi penerusnya, seperti kitab “Al-Hiyal” berisi tentang perangkat-Perangkat Hukum dalam Islam, yang ditulis kembali oleh muridnya Muhammad As-Saybani, dalam  kitab “Al-Makharij fi Al-Hiyal”.
Kitab “Kharaj” (Keuangan Publik)
Kitab ini ditulis atas permintaan khalifah Harun Ar-Rasyid agar menjadi pedoman dalam hal pemasukan serta pengeluaran keuangan negara, meliputi pajak, zakat dan jizyah. Dikatakan oleh Abu Yusuf, "Sesungguhnya Amirul Mukminin Harun Ar-Rasyid (semoga Allah mengokohkan kekuasaannya) telah meminta kepadaku untuk membuat sebuah buku sebagai panduan umum, dalam pengumpulan kharaj (pajak tanah), usyr (pajak tumbuhan), zakat dan jizyah (pajak non-muslim)".
Penamaan kitab “Kharaj” setidaknya dilatar belakangi oleh dua hal. Pertama, dikarenakan memuat beberapa persoalan perpajakan (kharaj, ushr, zakat dan Jiz'ah), serta masalah-masalah pemerintahan. Kedua, dikarenakan pemasukan Negara terbesar di zaman itu adalah kharaj (pajak bumi), sehingga  istilah kharaj berubah arti, dari pajak tanah menjadi pajak secara keseluruhan. Hal ini diikuti oleh ulama’-ulama’ setelah Abu Yusuf seperti Imam al-Mawardi dalam “Al-Ahkam As-Sulthaniyyah”, Imam Al-Ghazali dalam “Ihya’ Ulumuddin”, Ibnu Taymiyyah dalam “Majmu’ Al-Fatawa”, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam “A’lamu Al-Muwaqqi’ien An Rabb Al-Alamin”, serta Ibn Khuldun dalam ”Tarikh Al-Ibar/ Muqaddimah Ibn Khuldun”.
Karya ini, menjadikan Abu Yusuf sebagai ekonom muslim pertama yang menulis secara khusus tentang kebijakan ekonomi Negara, pemasukan dan pengeluarannya, kewajiban pemerintah, pemenuhan kebutuhan rakyat, konsep zakat dan pajak, pembangunan infarstruktur Negara serta sistem pasar.
Kesuksesan Abu Yusuf dalam “Kitab Kharaj” dengan mengelaborasi antara agama, tradisi dan budaya menjadi trending topic yang sering didiskusikan oleh para ulama’ di baghdad. Kecermelangan pikirnya, dalam menawarkan problem-solving kepada masyarakat menjadikannya sebagai lambang hati nurani Negara dan para pengikutnya.
Secara ringkas, kitab "Kharaj" memuat beberapa permasalahan berikut; (a) Bidang pemerintahan, seorang khalifah adalah wakil Allah di bumi untuk melaksanakan perintahnya. Dalam hak dan tanggung jawab pemerintah terhadap rakyat, abu Yusuf menggunakan kaidah fikih "Tasharruful Imam ala-Ra'iyyah manutun bil Maslahah" (kebijakan pemimpin atas rakyat, harus didasarkan kepentingan umum/rakyat). (b) Bidang keuangan negara, uang adalah amanat Allah, bukan milik khalifah, dengan demikian dia harus dijaga dengan penuh tanggung jawab, secara khusus, Abu Yusuf mengingatkan bahwa segala sesuatu akan dipertanggung jawabkan kepada Allah Swt.”Fa saufa yas’alullah, amma anta fihi wa ma amil taha bihi”, (c) Bidang pertanian, tanah yang diperoleh atas dasar pemberian dapat ditarik kembali jika tidak digarap selama tiga tahun dan diberikan kepada rakyat yang lainnya (d) bidang perpajakan, pajak hanya ditetapkan pada harta yang melebihi kebutuhan rakyat, didasarkan atas kerelaan mereka, secara adil dan sesuai dengan kemampuan, (e) bidang peradilan, penentuan hukum berdasarkan hal-hal yang syubhat tidak dibenarkan. kesalahan dalam mengampuni lebih baik dari pada kesalahan dalam menghukum. serta jabatan tidak boleh menjadi bahan pertimbangan dalam masalah keadilan.

Signifikasi pemikiran Abu Yusuf Terhadap Ekonomi Islam
Dua kebijakan penting yang dilakukan Abu Yusuf  dalam rangka pemembenahan sistem ekonomi yang adil dan sejahtera (Income, Expenditure, dan mekanisme pasar). Hal ini melibatkan dua elemen penting dalam Negara, yaitu rakyat dan pemerintah. Pertama, menentukan tingkat penetapan pajak yang sesuai, adil dan seimbang, dalam upaya menghindari Negara dari resesi ekonomi. Kedua, pengaturan pengeluaran pemerintah sesuai dengan kebijakan umum.
Untuk mewujudkannya Kebijakan tersebut dilakukan melalui beberapa langkah sebagai berikut; (1) Penggantian sistem wazifah (sistem Pemungutan pajak secara Proporsional) dengan sistem muqasamah (sistem Pemungutan pajak secara Progresif), (2) Membangun fleksibilitas sosial antara Muslim dan Non-Muslim, (3) Pelaksanaan transparansi sistem ekonomi, (4) Membangun Sistem Ekonomi yang otonom (tanpa intervensi).
Penyusunan secara rinci dan sistematis berdasarkan elaborasi antara hadits-hadits nabi yang berkaitan dengan keuangan publik, perpajakan dan mekanisme pasar dengan pendekatan logika 'ala' madzhab Hanafi menjadikan karya ini tetap relevan untuk dijadikan rujukan dalam bidang ekonomi, keuangan publik, perpajakan, mekanisme pasar dll. bahkan dapat pula dijadikan sebagai pedoman primer maupun sekunder dalam pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter, serta ekonomi pembangunan secara umum. Wallahu A’lam Bisshowab.*

Penulis adalah peneliti MIZAN Institute, Sedang Menempuh Program Master di Universiti Sains Islam Malaysia (USIM), Nilai, Negeri Sembilan, 78100.

0 comments: