Cerita Dewasa - “MMMMPPFFFF….mmmpffff….” perempuan di atas ranjang itu mendesah tertahan karena mulutnya tersumpal celana dalamnya sendiri.
Perempuan yang semasa gadis kukejar-kejar itu meronta-ronta tak berdaya.
Kedua tangannya terikat terentang ke sebatang besi yang melintang.
Kedua matanya tertutup sehelai kain hitam yang mengikat kepalanya. Dulu,
ia jadi buruan banyak lelaki, termasuk aku. Reni namanya, umur 27
tahun, lima tahun lebih muda dariku, kulitnya putih mulus, rambut
panjang agak bergelombang dan mata yang bulat indah. Ia seorang wanita
yang terkenal alim sejak dulu, santun dalam tingkah laku, selera
berpakaiannya pun tinggi, ia tidak suka mengumbar kemulusan tubuhnya
walau dikaruniai body yang aduhai dengan payudara yang montok.
Dari sekian banyak lelaki, akhirnya akulah yang beruntung mendapatkannya
sebagai istri. Aku tahu, banyak lelaki lain yang pernah menidurinya
dalam mimpi atau menjadikannya objek masturbasi mereka. Tetapi, aku
bukan hanya bermimpi. Aku bahkan betul-betul menidurinya kapanpun aku
mau. Ia juga membantuku masturbasi saat ia datang bulan. Cintaku padanya
belum berubah, yang berubah hanya caraku memandangnya. Tiba-tiba, entah
kapan dan bagaimana awalnya, aku selalu membayangkan Reni dalam dekapan
lelaki lain. Entah aku sudah
gila atau bagaimana, rasanya benar-benar excited membayangkan payudara
dan vaginanya dalam genggaman telapak tangan pria lain, terutama yang
bertampang kasar dan status sosialnya di bawahnya.
Reni istri yang setia, jadi tentu saja, dalam imajinasiku itu,
Reni tidak sedang berselingkuh. Aku mungkin gila membayangkannya
menderita lantaran diperkosa! Dan kini imajinasiku itu menjadi
kenyataan. Di depanku, seorang lelaki tengah memeluknya dari belakang.
Sebelah tangan lelaki itu meremas-remas payudaranya. Sebelah lagi dengan
kasar melakukan hal yang sama pada pangkal pahanya. Tiga lelaki sedang
bersiap-siap memperkosa Reni, seorang istri setia yang alim. Itu semua
terjadi di depan suaminya sendiri dan atas perintahnya. Tentu saja, Reni
tak tahu hal itu terjadi atas rancangan aku, suaminya. Itu sebabnya,
kedua matanya kini terikat. Tiga lelaki itu adalah orang yang kupilih
untuk mewujudkan fantasi gilaku.
Setelah melalui beberapa pertimbangan dan pembicaraan-pembicaraan santai
yang makin mengarah ke serius, akhirnya kudapatkan juga tiga orang yang
kurasa pas untuk mewujudkan kegilaanku. Orang pertama, Aldo, adalah
office boy di kantor tempatku bekerja. Orangnya masih berumur 23 tahun,
berperawakan kurus tinggi dengan kumis tipis. Dia sering membantuku dan
tugas-tugas yang pernah kupercayakan padanya pun selalu rapi. Pada jam
istirahat atau lembur kami sering ngobrol dan merokok bersama, dan dalam
suatu obrolan lah aku mengungkapkan ide gilaku padanya. Sifatnya agak
pemalu dan pendiam sehingga tidak banyak teman.Menurut pengakuannya, ia
belum pernah berpacaran apalagi main perempuan.
“Ya boleh juga lah Bos, sapa tau seperti kata Bos, bisa bikin saya lebih
berani ke cewek hehehe” katanya menanggapi permintaanku.
Orang kedua Bob, seorang temanku di perusahaan tempatku bekerja dulu,
seorang pria berusia 40 tahun lebih. Aku berpikir dia pas untuk tugas
gila ini begitu melihatnya terutama perutnya yang gendut. Aku memang
kadang mengkhayalkan wajah Reni yang lembut dikangkangi seorang lelaki
gendut. Bob mengaku tertarik dengan tawaranku lantaran ia punya seorang
karyawati cantik yang belum berhasil ditaklukannya. Ia memperlihatkan
foto gadis itu kepada kami yang memang harus diakui cantik. Kata Bob, ia
sudah berulangkali mencoba merayu gadis itu untuk melayaninya, tetapi
gadis itu selalu menolaknya.
“Setelah bermain-main dengan Reni, aku ingin kalian membantuku memperkosa si Lia ini” katanya.
Orang ketiga bernama Jaelani yang direkomendasikan oleh Bob. Ia adalah
sopir perusahaan di tempat kerja Bob, tubuhnya kekar, kulitnya hitam,
kumis di atas bibirnya menambah sangar wajahnya yang memang sudah seram
itu. Melihatnya, aku langsung membayangkan Reni menjerit-jerit lantaran
vaginanya disodok penis pria seperkasa Jaelanni ini.
“Saya udah lima tahun cerai, selama ini mainnya sama perek kampung aja
kalau lagi sange, kalau ngeliat yang cantik kaya istri Abang ini wah
siapa ga kepengen Bang” sahutnya antusias ketika kuperlihatkan foto Reni
di HP-ku.
“OK deh, minggu depan kita beraksi. Silakan kalian puaskan diri dengan
istriku. Nanti hari H min satu kita atur lagi lebih dalam rencananya!
kataku mengakhiri pertemuan.
H – 1
Sehari sebelum hari yang direncanakan tiba, kami berempat berkumpul lagi
di rumah kontrakan Jaelani untuk membahas apa yang harus dilakukan.
Akhirnya, ide Bob yang kami pakai. Idenya adalah menculik istriku dan
membawanya ke villa Bob yang besar dan terletak di luar kota. Bob
menjamin, teriakan sekeras apapun tak akan terdengar keluar villanya
itu, selain itu suasananya pun jauh dari keramaian kota sehingga aman
untuk melakukannya. Kami semua sepakat dan mulai membagi tugas. Aku tak
sabar menunggu saatnya mendengar jeritan kesakitan Reni diperkosa ketiga
pria ini.
Hari H
Hari yang disepakati pun tiba. Aku tahu, pagi itu Reni akan ke rumah
temannya. Aku tahu kebiasaannya. Setelah aku berangkat kantor, ia akan
mandi. Hari itu ia memakai gaun terusan krem bermotif bunga-bunga.
Sebenarnya aku tidak ke kantor, tetapi ke rumah Bob. Di sana, tiga
temanku sudah siap. Kamipun meluncur ke rumahku dengan mobil van milik
Bob. Sekitar sepuluh menit lagi sampai, kutelepon Reni.
“Sudah mandi, sayang ?” kataku.
“Barusan selesai kok” sahutnya.
“Sekarang lagi apa?”
“Lagi mau pake baju, hi hi…” katanya manja.
“Wah, kamu lagi telanjang ya ?”
“Hi hi… iya,”
“Cepat pake baju, ntar ada yang ngintip lho !” kataku.
“Iya sayang, ini lagi pake BH,” sahutnya lagi.
“Ya udah, aku kerja dulu ya, cup mmuaachh…” kataku menutup telepon.
Tepat saat itu mobil Bob berhenti di samping rumahku yang tak ada
jendelanya. Jadi, Reni tak akan bisa mengintip siapa yang datang. Bob,
Aldo dan Jaelani turun, langsung ke belakang rumah. Kuberitahu mereka
tentang pintu belakang yang tak terkunci. Aku tak perlu menunggu terlalu
lama. Kulihat Aldo sudah kembali dan mengacungkan jempolnya. Cepat
kuparkir mobil Bob di garasiku sendiri.
“Matanya sudah ditutup Do?” kataku.
“Sudah bos. Mbak Reni sudah diikat dan mulutnya disumpel. Tinggal angkut” katanya.
Memang, kulihat Bob dan Jaelani sedang menggotong Reni yang tengah
meronta-ronta. Istriku yang malang itu kini terikat tak berdaya. Kedua
tangannya terikat ke belakang. Aku siap di belakang kemudi. Kulirik ke
belakang, tiga lelaki itu memangku Reni yang terbaring di jok tengah.
“Ha ha… step one, success!” kata Bob.
Aku menelan liurku ketika rok Reni disingkap sampai ke pinggang. Tangan mereka saling berebut menjamah pahanya yang putih mulus.
Bob bahkan telah menurunkan bagian dada Reni yang agak rendah sehingga
sebelah payudaranya yang masih terbungkus bra hitam menyembul keluar.
Lalu, ia menurunkan cup bra itu. Mata ketiganya seolah mau copot melihat
payudara 34B Reni yang bulat montok dengan puting coklat itu. Bob
bahkan langsung melumat bongkahan kenyal itu dengna bernafsu embuat Reni
merintih-rintih. Gilanya, aku malah sangat menikmati pemandangan itu.
“Udah Bang, sekarang berangkat aja dulu” kata Jaelani sambil jarinya
mulai merambahi selangkangan Reni dan mengelusi vaginanya dari luar
celana dalamnya.
Villa Bob
Setelah empat puluh menit perjalanan tibalah kami di villa Bob yang
besar. Kami mengikat Reni di ranjang dengan tangan terentang ke atas. Si
sopir, Jaelani, tengah memeluknya dari belakang, meremas payudara dan
pangkal pahanya.
“Pak Bob merokok kan? Reni benci sekali lelaki perokok. Saya pingin
ngelihat dia dicium lelaki yang sedang merokok. Saya juga pengen Pak Bob
meniupkan asap rokok ke dalam memeknya,” bisikku kepada Bob.
Bob mengangguk sambil menyeringai. Aku lalu mengambil posisi yang tak
terlihat Reni, tapi aku leluasa melihatnya. Kulihat Bob sudah menyulut
rokoknya dan kini berdiri di hadapan Reni. Dilepasnya penutup mata Reni.
Mata sendunya berkerjap-kerjap dan tiba-tiba melotot. Rontaan Reni
makin menjadi ketika Bob menjilati pipinya yang halus. Apalagi, kulihat
tangan Jaelani tengah mengobok-obok vaginanya. Pinggul Reni
menggeliat-geliat menahan nikmat.
“Bang nggak bosen-bosen mainin memek Mbak Reni,” tanya Aldo yang duduk di sebelahku sambil memainkan penisnya.
“Lho, kok kamu di sini. Ayo direkam sana!” kataku menepuk punggungnya.
“Oh iya. Lupa!” kata Aldo sambil cengengesan.
Bob menarik lepas celana dalam Reni yang menyumbat mulutnya.
“Lepaskaaaan…. mau apa kalian… lepaskaaaan!” langsung terdengar jerit histeris Reni yang marah bercampur takut.
“Tenang Mbak Reni, kita cuma mau main-main sebentar kok,” kata Bob sambil menghembuskan asap rokok ke wajah cantiknya.
Kulihat Reni melengos dengan kening berkerut.
“Ya nggak sebentar banget, Mbak. Pokoknya sampe kita semua puas deh!” kata Aldo.
Ia berjongkok di hadapan Reni. Diarahkannya kamera ke bagian bawah tubuh
Reni, ia mengclose-up jari tengah Ben yang sedang mengobok-obok vagina istriku.
“Memek Mbak rapet sih. betah nih saya maenan ini seharian,” timpal Jaelani.
“Aaakhhh… binatang…lepaskaaann…nngghhhh!” Reni meronta-ronta dan menangis
Telunjuk Aldo ikut-ikutan menusuk ke dalam vaginanya. Kulihat Bob
menghisap rokok Jie Sam Soe-nya dalam-dalam. Tangan kirinya
meremas-remas payudara kanan Reni yang telah terbuka
“Lepaskaaaan… jangaaann….setaan….mmmfff…..mmmmfffff….mmmpppfff… .”
jeritan Reni langsung terbungkam begitu Bob melumat bibirnya dengan
buas.
Mata Reni mendelik. Kulihat asap mengepul di antara kedua bibir yang berpagut itu. Al
mengclose-up ciuman dahsyat itu. Ketika Bob akhirnya melepaskan kuluman
bibirnya, bibir Reni terbuka lebar. Asap tampak mengepul dari situ. Lalu
Reni terbatuk-batuk.
“Ciuman yang hebat, Jeng Reni. Sekarang aku mau mencium memekmu,” kata Bob.
Reni masih terbatuk-batuk. Wajahnya yang putih mulus jadi tampak makin pucat. Bob berlutut di hadapan Reni. Jaelani dan Aldo membantunya membentangkan kedua kaki Reni lebih lebar.
“Wow, memek yang hebat,” kata Bob sambil mendekatkan ujung rokok yang menyala ke rambut kemaluan Reni yang tak berapa lebat.
Sekejap saja bau rambut terbakar menyebar di ruangan ini. Bob lalu
menyelipkan bagian filter batang rokoknya ke dalam vagina Reni. Istriku
masih terbatuk-batuk sehingga terlihat batang rokok itu kadang seperti
tersedot ke dalam. Tanpa disuruh, Aldo meng-close-upnya dengan handycam.
Bob lalu melepas rokok itu dari jepitan vagina Reni. Dihisapnya
dalam-dalam. Lalu, dikuakkannya vagina Reni lebar-lebar. Mulutnya
langsung merapat ke vagina Reni yang terbuka.
“Uhug…uhug…aaaakkhhh… aaaaakkhhh….aaaaakkkhhhh…” Reni menjerit-jerit
histeris. Bob tentu sudah mengembuskan asap rokoknya ke dalam vagina istriku.
“Aaakhhhh… panaaassss….adududuhhhh….” Reni terus menjerit dan
meronta-ronta. Kulihat Bob melepaskan mulutnya dari vagina istriku.
Sementara Aldo mengclose up asap yang mengepul dari vagina Reni. Reni semakin menangis ketakutan.
Bob bangkit dan menjilati sekujur wajahnya. Lalu dengan gerak tiba-tiba
ia mengoyak bagian dada istriku. Reni memekik ketika Bob merenggut putus
bra-nya yang telah tersingkap. Ia terus menangis saat Bob mulai
menjilati dan mengulum putingnya. Kulihat Jaelani kini berdiri di
belakang istriku. Penisnya yang besar itu telah mengacung dan siap
beraksi. Ia menoleh ke arahku, seolah minta persetujuan. Aku
mengacungkan ibu jari, tanda persetujuan. Tak sabar aku melihat istriku
merintih-rintih dalam persetubuhan dengan lelaki lain. Kuberi kode
kepada Aldo, si office boy, agar mendekat.
“Tolong tutup lagi matanya. Gua pengen ingin dia menelan sperma gua soalnya selama ini dia belum pernah” kataku
Al mengangguk dan segera melakukan perintahku. Setelah yakin Reni tak bisa melihatku, aku pun mendekat.
“Aaakkhhh….aaakkkhhh….. jangaaaannn….!” Reni menjerit lagi, kali ini lantaran penis Jaelani yang besar mulai menusuk vaginanya.
Kulihat baru masuk setengah saja, tapi vagina Reni tampak menggelembung
seperti tak mampu menampung penis itu. Kulepaskan ikatan tangan Reni
tapi kini kedua tangannya kuikat ke belakang tubuhnya. Penis si sopir
masih menancap di vaginanya. Jaelani kini kuberi isyarat agar duduk di
lantai. Berat tubuh Reni membuat penis Jaelani makin dalam menusuk
vaginanya. Akibatnya Reni menjerit histeris lagi. Tampaknya kali ini ia
betul-betul kesakitan. Aku sudah membuka celanaku. Penisku mengacung ke
hadapan wajah istriku yang cantik ini. Reni bukannya tak pernah mengulum
penisku. Tapi, selalu saja ia menolak kalau kuminta spermaku tertumpah
di dalam mulutnya.
“Jijik ah, Mas,” katanya berkilah.
Tetapi kini ia akan kupaksa menelan spermaku. Kutekan kepalanya ke bawah
agar penis si sopir masuk lebih jauh lagi sehingga Reni makin histeris.
Saat mulutnya terbuka lebar itulah kumasukkan penisku, jeritannya pun
langsung terbungkam. Aku berharap Reni tak mengenali suaminya dari bau
penisnya. Ughhhh… rasanya jauh lebih nikmat dibanding saat ia mengoral
penisku dengan sukarela. Kupegangi bagian belakang kepalanya sambil
kugerakkan maju mundur pinggulku. Sementara Jaelani juga sudah semakin
ganas menyentak-nyentak penisnya pada vagina istriku. Reni
mengerang-erang, dari sela kain penutup matanya kulihat air matanya
mengalir deras. Aku tak bisa bertahan lebih lama lagi. Kutahan kepalanya
ketika akhirnya spermaku menyembur deras ke dalam rongga mulut istriku
yang kucintai. Kutarik keluar penisku, tetapi langsung kucengkeram
dagunya yang lancip. Di bawah, Bob dan Aldo menarik kedua puting
istriku.
“Ayo, telan, banyak proteinnya nih Mbak, sehat loh” kata Bob.
Akhirnya memang spermaku tertelan, meski sebagian meleleh keluar di
antara celah bibirnya. Nafas Reni terengah-engah di antara rintihan dan
isak tangisnya. Ben masih pula menggerakkan pinggangnya naik turun.
Aku duduk bersila menyaksikan istriku tengah dikerjai tiga pria
bertampang jelek. Penis Jaelani masih menancap di dalam vagina Reni.
Kini Bob mendorong dada Reni hingga ia rebah di atas tubuh tegap sopir
itu. Ia kini langsung mengangkangi wajah Reni. Ini dia yang sering
kubayangkan. Wajah cantik Reni terjepit pangkal paha lelaki gendut itu.
Kuambilalih handycam dari tangan Aldo, lalu kuclose up wajah Reni yang
menderita. Reni menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menjerit-jerit.
Tetapi, jeritannya langsung terbungkam penis Bob. Kedua tangan kekar
Jaelani menggenggam payudara Reni. Meremas-remasnya dengan kasar dan
berkali-kali menjepit kedua putingnya. Dari depan kulihat, tiap kali
puting Reni dijepit keras, vaginanya tampak berkerut seperti hendak
menarik penis Ben makin jauh ke dalam. Aldo tak mau ketinggalan. Ia kini
mencari klitoris Reni. Begitu ketemu, ditekannya dengan jarinya dengan
gerakan memutar. Sesekali, bahkan dijepitnya dengan dua jari. Terdengar
Reni mengerang-erang, tubuhnya mengejang seperti menahan sakit.
“Boleh aku gigit klitorisnya?” tanya Aldo padaku sambil berbisik.
“Boleh, asal jangan sampai luka,” sahutku sambil mengarahkan handycam ke vagina istriku.
Office boy pemalu ini betul-betul melakukannya. Mula-mula dijilatinya
bagian sensitif itu. Lalu, kulihat klitoris istriku terjepit di antara
gigi-gigi Aldo yang tidak rata. Ditariknya menjauh seperti hendak
melepasnya. Kali ini terdengar jerit histeris Reni.
“Aaaaakkhhhh….saakkkkiiiittt…” rupanya
Bob saat itu menarik lepas penisnya lantaran Jaelani ingin berganti
posisi. Jaelani memang kemudian berdiri sambil mengangkat tubuh Reni
pada kedua pahanya. Penisnya yang besar masih menancap di vagina
istriku. Terus terang aku iri melihat penisnya yang besar itu. Reni
terus menjerit-jerit dalam gendongan Jaelani yang ternyata membawanya ke
atas meja. Diturunkannya Reni hingga kini posisinya tertelungkup di
atas meja. Kedua kakinya menjuntai ke bawah dan kedua payudaranya tepat
di tepi meja.
“Kita teruskan lagi, ya Mbak. Memek Mbak kering sekali, jadi lama selesainya,” kata si sopir
Ia menusukkan dua jari ke vagina Reni sehingga tubuh istriku itu menggeliat.
“Sudaaahh…. hentikaaan…kalian…bangsat!” teriaknya di sela isak tangisnya.
“Iya Mbak, maafkan kami yang jahat ini ya?” sahut Jaelani sambil kembali memperkosa istriku.
Suara Reni sampai serak ketika ia menjerit histeris lagi. Tapi tak lama,
Bob sudah menyumpal mulutnya lagi dengan penisnya. Dalam posisi seperti
itu, si sopir betul-betul mampu mengerahkan kekuatannya. Tubuh Reni
sampai terguncang-guncang. Kedua payudaranya berayun ke muka tiap kali
Ben mendorong penisnya masuk. Lalu, kedua gumpalan daging kenyal itu
berayun balik membentur tepi meja. Payudara Reni yang putih mulus kini
tampak memerah. Jaelani terlihat betul-betul kasar, mungkin Reni adalah
wanita tercantik yang pernah disetubuhinya sehingga tak heran ia begitu
bernafsu. Saat ia terlihat hampir sampai puncak, Bob berseru kepadanya.
“Buang ke mulutnya dulu. Nanti putaran kedua baru kita buang ke memeknya,” kata Bob.
Jaelani mengangguk lalu ia bergerak ke depan Reni. Vagina Reni tampak
menganga lebar, tetapi sejenak saja kembali merapat. Bob dengan cepat
menggantikan posisi Jaelani. Penisnya kini menyumpal mulut Reni. Ia
menggeram keras sambil menahan kepala Reni.
“Ayo, telen spermaku ini… Uuughhhh….yah…. telaaannn…..” si sopir meracau.
Jaelani baru melepaskan penisnya setelah yakin Reni benar-benar menelan
habis spermanya. Reni terbatuk-batuk, sopir itu mengusapkan penisnya
yang berlumur spermanya sendiri ke hidung Reni yang mancung.
“Uuggghhh….nggghhhhhh…..” Reni merintih.
Tak menunggu lama, kini giliran Bob menyetubuhi Reni. Reni tampaknya tak
kesakitan seperti saat diperkosa si sopir. Mungkin karena penis Bob
lebih kecil.
“Aiaiaiaiiiii…. jangaaan…. aduhhhh…. sakiiit….” tiba-tiba Reni mendongak dan menjerit kesakitan.
“Anusmu masih perawan ya ? Nanti aku ambil ya ?” katanya.
Ternyata, sambil menancapkan penisnya ke vagina Reni, Bob menusukkan telunjuknya ke anus Reni.
Kudekati Bob seraya berkata,
“Jangan sekarang, pak Bob. Aku juga ingin merasakan menyodominya. Aku belum pernah memasukkan kontolku ke situ,” bisikku.
“Oke, setelah suaminya, siapapun boleh kan?” sahutnya juga dengan berbisik.
Aku mengangguk. Bob tak mau kalah dengan Jaelani. Ia juga menancapkan
penisnya dengan kasar, cepat dan gerakannya tak beraturan. Bahkan,
sesekali ia mengangkat sebelah kaki Reni dan memasukkan penisnya
menyamping. Saat bersetubuh denganku, biasanya posisi menyamping itu
bisa membuat Reni melolong-lolong dalam orgasme.
Tapi, kali ini yang terdengar adalah rintihan dan jerit kesakitan. Saat
aku mulai merasa kasihan padanya, jeritan itu berhenti. Aldo kini
membungkam mulutnya dengan penisnya. Peluh membasahi sekujur tubuh Reni.
Bob sudah menumpahkan sperma ke dalam mulutnya. Tubuh Reni terkulai
lemas karena kelelahan, keringat bercucuran di tubuhnya yang mulus.
Tetapi, kulihat ia masih sadar. Aldo membopongnya ke kasur busa yang
tergeletak di lantai. Reni diam saja ketika ikatan tangannya dilepas.
“Sebentar ya Mbak. Bajunya dilepas aja semua biar lebih enak ngentotnya”
katanya sambil melucuti seluruh pakaian yang masih tersangkut di tubuh
Reni. Reni kini berbaring terlentang di kasur busa tanpa sehelai benang
pun di tubuhnya. Hanya arloji Fossil, kalung dan cincin kawin yang masih
tersisa di tubuhnya. Ia tampak terisak-isak. Aldo kemudian mengikat
kembali kedua tangan Reni menjadi satu ke kaki meja. Aku tertarik
melihat Aldo yang sikapnya lembut dan agak malu-malu kepada Reni.
“Aduh kasihan, tetek Mbak sampai merah begini,” katanya sambil membelai-belai lembut kedua payudara istriku.
Dipilin-pilinnya juga kedua puting Reni dengan ujung jarinya. Reni
menggeliat merasakan rangsangan menjalar ke seluruh tubuhya dari wilayah
sensitif itu.
“Siapa yang menggigit ini tadi ?” tanya Aldo.
“Alaaaa, sudahlah, banyak cingcong amat kau ini…cepat masukkan kontol kau tuh ke memek cewek ini,” terdengar Bob berseru.
“Ah, jangan kasar begitu. Perempuan cantik gini harus diperlakukan
lembut. Ya, Mbak Reni?” Al terus membelai-belai vagina Reni yang
ditutupi bulu-bulu hitam lebat.
Kali ini ia menyentil-nyentil puting Reni dengan lidahnya, sesekali
dikecupnya. Biasanya, Reni bakal terangsang hebat kalau kuperlakukan
seperti itu dan tampaknya ia juga mulai terpengaruh oleh kelembutan Aldo
setelah sebelumnya menerima perlakuan kasar.
“Unngghhh…. lepaskan saya, tolong. Jangan siksa saya seperti ini,” mohonnya.
Aldo tak berhenti, kini ia malah menjilati sekujur permukaan payudara
istriku. Lidahnya juga terus bergerak ke ketiak Reni yang mulus tanpa
rambut sehelaipun. Reni menggigit bibirnya menahan geli dan rangsangan
yang mulai mengganggunya. Aldo
mencium lembut pipinya dan sudut bibirnya. Aku sempat heran, katanya dia
belum pernah menyentuh wanita, tapi kok mainnya sudah ahli begini,
apakah kebanyakan nonton bokep? pikirku.
“Jangan khawatir Mbak. Bersama saya, Mbak akan merasakan nikmat. Kalau
Mbak sulit menikmatinya, bayangkan saja wajah suami Mbak,” kata Aldo
sambil melanjutkan mengulum puting Reni. Kali ini dengan kuluman yang
lebar hingga separuh payudara Reni terhisap masuk.
“MMmfff….. ouhhhhh….tidaaakk… saya tidak bisa… ” sahut Reni dengan isak
tertahan. “Bisa, Mbak… Ini suami Mbak sedang mencumbu Mbak. Nikmati
saja… ” Aldo terus
menyerang Reni secara psikologis.
Jilatannya sudah turun ke perut Reni yang rata. Dikorek-koreknya pusar
Reni dengan lidahnya. Reni menggeliat dan mengerang lemah.
“Vaginamu indah sekali, istriku…” kata Aldo sambil mulai menjilati bibir
vagina istriku. Reni mengerang lagi. Kali ini makin mirip dengan
desahannya saat bercumbu denganku. Pinggulnya kulihat mulai
bergerak-gerak, seperti menyambut sapuan lidah office boy itu pada
vaginanya. Ia terlihat seperti kecewa ketika Aldo berhenti menjilat.
Tetapi, tubuhnya bergetar hebat lagi saat pemuda itu dengan pandainya
menjilat bagian dalam pahanya. Aku acungkan ibu jari pada Aldo, itu
memang titik sensitifnya. Aldo menjilati bagian dalam kedua paha Reni,
dari sekitar lutut ke arah pangkal paha. Pada jilatan ketiga, Reni
merapatkan pahanya mengempit kepala si office boy dengan desahan yang
menggairahkan.
“Iya Reni, nikmati cinta suamimu ini,”
Aldo terus meracau, direnggangkannya kembali kedua paha Reni. Kini
lidahnya langsung menyerang ke pusat kenikmatan Reni. Dijilatinya celah
vagina Reni dari bawah, menyusurinya dengan lembut sampai bertemu
klitoris.
“Ooouhhhhhh…. aahhhh…. am…phuuunnn….” Reni merintih menahan nikmat.
Apalagi, Aldo kemudian menguakkan vaginanya dan menusukkan lidahnya ke
dalam sejauh-jauhnya.
Reni makin tak karuan. Kepalanya menggeleng-geleng. Giginya menggigit
bibirnya, tapi ia tak kuasa menahan keluarnya desahan kenikmatan.
Apalagi Aldo kemudian dengan intens menjilati klitorisnya.
“Ayo Mbak Reni, nikmati…. nikmati… jangan malu untuk orgasme…” kata
Aldo, lalu tiba-tiba ia menghisap klitoris Reni. Akibatnya luar biasa.
Tubuh Reni mengejang, dari bibirnya keluar rintihan seperti suara anak
kucing. Tubuh istriku terguncang-guncang ketika ledakan orgasme melanda
tubuhnya.
“Bagus Mbak, puaskan dirimu,” kata Al, kali ini sambil menusukkan dua
jarinya ke dalam vagina istriku, keluar masuk dengan cepat.
“Aaakkhhhh….aaauuunnghhhhhh…” Reni melolong, lalu ia menangis merasa terhina karena menikmati perkosaan atas dirinya.
Aldo memperlihatkan dua jarinya yang basah oleh cairan dari vagina
istriku. Lalu ia mendekatkan wajahnya ke wajah istriku. Dijilatnya pipi
istriku.
“Oke Mbak, kamu diperkosa kok bisa orgasme ya ? Nih, kamu harus
merasakan cairan memekmu” katanya sambil memaksa Reni mengulum kedua
jarinya.
Reni hanya bisa menangis. Ia tak bisa menolak kedua jari Aldo ke dalam
mulutnya. Dua jarikupun masuk ke dalam vagina Reni dan memang
betul-betul basah. Kucubit klitorisnya dengan gemas.
“Nah, sekarang aku mau bikin kamu menderita lagi,” kata Aldo yang lalu menempatkan dirinya di hadapan pangkal paha Reni.
Penisnya langsung menusuk jauh. Reni menjerit kesakitan. Apalagi Aldo
memperkosanya kali ini dengan brutal. Sambil menyetubuhinya, Aldo tak
henti mencengkeram kedua payudara Reni. Kadang ditariknya kedua putting
Reni hingga istriku menjerit-jerit minta ampun. Seperti yang lain, Aldo
juga membuang spermanya ke dalam mulut istriku. Kali ini, Reni pingsan
saat baru sebagian sperma office boy itu ditelannya. Aldo dengan gemas
melepas penutup mata Reni, lalu disemburkannya sisa spermanya ke wajah
cantik istriku.
Satu jam kemudian
Reni sudah satu jam pingsan, aku menghampiri tubuhnya yang terkulai lemas dan sudah berlumuran keringat dan sperma itu.
“Biar dia istirahat dulu. Nanti suruh dia mandi. Kasih makan. Terus lanjutkan lagi kalau kalian masih mau,” kataku sambil menghisap sebatang rokok.
“Ya masih dong, bos. Baru juga sekali,” sahut Jaelani sambil tangannya meremas-remas payudara Reni.
“Iya, gua kan belum nyoba bo’olnya” timpal Bob sambil jarinya menyentuh
anus Reni. “Oke, terserah kalian. Tapi jam dua siang dia harus segera
dipulangkan,” kataku.
Tiba-tiba Reni menggeliat. Cepat aku pindah ke tempat tersembunyi. Apa
jadinya kalau dia melihat suaminya berada di antara para pemerkosanya?
Kulihat Reni beringsut menjauh dari tiga temanku yang hanya
memandanginya. Rambut panjangnya yang indah sudah agak berantakan, ia
menyilangkan tangan menutupi tubuh telanjangnya. Tentu itu tak cukup
untuk menutupinya malah membuat ketiga pria itu semakin bergairah
padanya. Jaelani berdiri mendekatinya, lalu mencengkeram lengannya dan
menariknya berdiri.
“Jangan… saya nggak sanggup lagi. Apa kalian belum puas?!” Reni memaki-maki.
“Belum ! Tapi sekarang Mbak harus mandi dulu supaya memeknya ini
bersih!” bentak sopir itu sambil tangan satunya mencengkeram vagina
Reni.
Reni menjerit-jerit waktu pria itu menyeretnya ke halaman belakang.
Ternyata mereka akan memandikannya di ruang terbuka. Kulihat Jaelani
menarik selang panjang dan langsung menyemprotkannya ke tubuh telanjang
Reni. Reni menjerit-jerit, berusaha menutupi payudara dan vaginanya
dengan kedua tangannya. Bob lalu mendekat, menyerahkan sepotong sabun
kepada Reni.
“Kamu sabunan sendiri apa aku yang nyabunin?” tanyanya.
Reni tampak ragu.
“Cepat, sabunan Mbak, kan dingin” seru Aldo.
Semprotan air deras diarahkannya tepat mengenai pangkal paha Reni. Reni
perlahan mulai menyabuni tubuhnya. Ia terpaksa menuruti perintah mereka
untuk juga menyabuni payudara dan vaginanya.
Tak tahan hanya menonton saja, Bob akhirnya mendekati istriku.
“Begini caranya nyabunin memek!” katanya sambil dengan kasar menggosok-gosok
vagina Reni.
Reni menjerit kecil ketika Bob mendekap tubuhnya dan tangannya mulai
menggerayangi tubuhnya yang licin oleh sabun. Mulut pria gemuk itu juga
menciumi pundak dan leher istriku. Tak lama kemudian, acara mandi
akhirnya selesai. Mereka menyerahkan sehelai handuk kepada Reni. Reni
segera menggunakannya untuk menutupi tubuhnya.
“Hey, itu bukan untuk nutupin badanmu. Itu untuk mengeringkan badan,” bentak Jaelani.
“Kalau sudah bersih, kita terusin lagi ya Mbak, enak sih!” kata Aldo
“Aiiihhh…” Reni memekik karena Aldo sempat-sempatnya mencomot putingnya.
“Kalau sudah handukan, susul kami ke meja makan. Kamu harus makan biar kuat,” lanjut Bob sambil meremas bokong Reni yang bundar!
Kulihat Reni telah selesai mengeringkan tubuhnya. Ia mematuhi perintah
mereka, tanpa mengenakan apapun ia melangkahkan kakinya ke ruang makan.
Betul-betul menegangkan melihat istriku berjalan di halaman terbuka
dengan tanpa mengenakan apapun. Sensasinya makin luar biasa karena dalam
keadaan seperti itu ia kini berjalan ke arah tiga lelaki yang tengah
duduk mengitari meja makan. Mereka betul-betul sudah menguasai istriku.
Kulihat Reni menurut saja ketika diminta duduk di atas meja dan kakinya
mengangkang di hadapan mereka. Posisiku di belakang teman-temanku, jadi
akupun dapat melihat vagina dan payudara Reni yang terbuka bebas. Bob
mendekatkan wajahnya ke pangkal paha Reni. Kulihat ia menciumnya.
“Nah, sekarang memekmu sudah wangi lagi,” katanya.
Reni menggigit bibirnya dan memejamkan mata.
“Teteknya juga wangi,” kata Aldo yang menggenggam sebelah payudara Reni dan mengulum putingnya.
“Ngghhh… kenapa kalian lakukan ini pada saya,” rintih Reni.
“Mau tahu kenapa ?” tanya Bob, jarinya terus saja bergerak sepanjang alur vagina Reni.
Aku tegang. Jangan-jangan mereka akan membongkar rahasiaku.
“Sebetulnya, yang punya ide semua ini adalah Mr X,” kata Bob.
Aku lega mendengarnya.
“Siapa itu Mr X ?” tanya Reni.
“Kamu kenal dia. Dia pernah disakiti suamimu. Jadi, dia membalasnya pada istrinya,” jelas Bob.
“Tapi Mr X tak mau kamu mengetahui siapa dia. Itu sebabnya tiap dia muncul, matamu ditutup.” lanjut Bob.
“Sudah, Bos, biar Mbak Reni makan dulu. Dia pasti lapar habis kerja keras,” sela Ben.
“Maaf ya Mbak Reni. Kami nggak punya nasi. Yang ada cuma ini,” kata Ben
sambil menyodorkan piring berisi beberapa potong sosis dan pisang ambon.
Ben lalu mengambilkan sepotong sosis.
“Makan Mbak, dijilat dan dikulum dulu, seperti tadi Mbak mengulum kontol saya,” katanya.
Tangan Reni terlihat gemetar ketika menerima sepotong sosis itu. Dengan
ragu-ragu ia menjilatinya, mengulumnya lalu mulai memakannya sepotong
demi sepotong. Habis sepotong, Aldo mengupaskan pisang Ambon lalu
didekatkannya dengan penisnya yang mengacung.
“Pilih pisang yang mana, Mbak ?” goda Aldo, “ayo ambil,” lanjutnya.
Reni menggerakan tangannya hendak mengambil pisang namun Aldo menangkap pergelangannya dan memaksa Reni menggenggam penisnya.
“Biar saya suap, Mbak pegang pisang saya saja,” katanya.
“Tangannya lembut banget nih” kata Aldo.
Jaelani tak mau kalah, ia menarik sebelah tangan Reni dan memaksanya
menggenggam penisnya yang besar. Sementara Reni menghabiskan sedikit
demi sedikit pisang yang disuapkan Aldo. Sepotong pisang itu akhirnya
habis juga. Bibir Reni tampak belepotan. Bob yang sedang merokok
kemudian mencium bibir Reni dengan bernafsu. Reni mengerang-erang dan
akhirnya terbatuk-batuk saat Bob melepaskan ciumannya.
“Sudah…uhukkk… sudah cukup,” kata Reni dengan nafas terengah-engah.
“Eee ini masih banyak. Sekarang kita haus nih, Mbak harus temenin kita minum,” kata Bob.
“Tapi gelasnya kurang ya?” sahut Jaelani sambil merenggangkan paha Reni.
Reni meronta-ronta tetapi Aldo dan Bob memeganginya. Jaelani membuka
sebotol bir lalu menumpahkan seluruh isinya ke tubuh telanjang Reni
hingga basah.
“Hmmm…ini baru maknyus namanya!” kata Bob sambil mendorong tubuh Reni hingga terbaring telentang di meja.
Reni terisak-isak, ia merasakan dinginnya bir itu di sekujur tubuhnya,
juga jilatan-jilatan lidah dan tangan-tangan para pria itu yang
merangsang setiap titik di tubuhnya. Bob menyeruput bir yang tertumpah
di vagina gadis itu hingga terdengar bunyi sruput yang rakus.
“Cara baru minum bir, suegerr!!!” sahut Jaelani yang asyik menyeruput bir pada payudara istriku.
Adegan selanjutnya tak urung membuatku kasihan pada Reni. Mereka
membawanya ke halaman belakang dan memperkosanya di atas rumput secara
beramai-ramai. Sperma mereka bercipratan bukan saja di dalam vagina
Reni, tapi juga di tubuhnya. Begitu usai, mereka membaringkan Reni yang
sudah tak sadarkan diri di atas sofa. Kulihat kondisi Reni sudah
betul-betul berantakan, bekas-bekas cupangan terlihat di kulitnya yang
putih terutama di payudara, leher dan pundaknya, sperma berceceran di
hampir seluruh tubuhnya mulai dari vagina hingga wajahnya, rambut
panjangnya pun tidak luput dari cipratan cairan kental itu.
Kami mengangkut tubuh telanjang Reni ke kamar mandi dan membersihkannya
dengan shower lalu memakaikan kembali pakaiannya. Reni masih belum sadar
akibat perkosaan brutal tadi. Kami menaikkannya ke mobil dan kembali ke
ibukota. Sampai di Jakarta, Reni mulai bangun, terdengar suara melenguh
dari mulutnya. Matanya masih dalam keadaan tertutup karena aku tidak
ingin dia melihatku. Bob mengancamnya agar tidak menceritakan kejadian
hari ini pada siapapun kalau tidak ingin rekaman perkosaan tadi bocor
dan mempermalukan dirinya dan keluarganya. Reni hanya bisa mengangguk
dengan terisak-isak. Kami menurunkannya di depan rumah lalu aku segera
tancap gas menjauhi rumahku.
Jam sembilan malam
Aku tiba di rumah dan setelah memarkirkan mobil di garasi aku masuk ke
rumah dan memanggil nama istriku, berpura-pura seolah tidak terjadi
apapun.
“Ren…Renn!!” aku mengeraskan suaraku karena tidak ada yang keluar ataupun membalas sahutanku
“Renn…lu dimana!” panggilku lagi
‘Cklik!” tiba-tiba kamar mandi lantai satu di sebelahku membuka, Reni keluar dari sana.
“Iya Mas, sori saya sakit perut” katanya, “O ya mas, hari ini gak sempat
masak, tadi di jalan pulang macet banget, jadi beli makanan di luar,
saya panasin sekarang ya Mas”
Kulihat matanya sembab, tapi ia berusaha tersenyum di depanku. Ketika
makan malam ia lebih diam dari biasanya namun berusaha menanggapi
obrolanku. Kupeluk pinggangnya
yang ramping ketika ia sedang mencuci piring sehabis makan dan
kubisikkan kata-kata mesra di telinganya. Biasanya aksi ini berlanjut
hingga ke hubungan intim baik kilat maupun long time. Namun kali ini ia
menepisnya.
“Jangan Mas, jangan hari ini, saya cape, tolong ya…please!” katanya dengan tatapan memohon.
Akupun mengerti karena tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kupeluk dia dengan mesra dan kucium keningnya
“I love you honey!” ucapku dekat telinganya
“Sori banget Ren, lu emang istri yang baik, ga mau orang lain ikut cemas dan susah, gua janji ini ga akan terjadi lagi” kataku dalam hati sambil mempererat pelukanku.
0 comments:
Post a Comment